Minggu, 02 Mei 2010

aku, teman wanitaku dan para lelaki itu

Aku, teman wanitaku dan para laki – laki itu

Hubungan ini seperti roller coaster. Sangat menukik ke atas dan terkadang menukik ke bawah. Sangat manis namun terkadang pahitnya minta ampun. Aku tak mampu menebak rasa apa yang bergemuruh didalam hatiku ini, namun jelas yang aku tahu ini adalah sebuah persahabatan yang sangat tidak sehat. Banyak kedengkian, persaingan, persekutuan disana. Aku hanya bisa diam ketika mereka berasyik – asyik mengobrol dengan bangganya dan aku hanya menunggu seorang teman wanitaku datang. Dan datanglah dia, aku pun tersenyum dengan sangat lebar dan ada rasa bangga yang muncul dalam hatiku seketika itu. Aku merasa ada hal yang perlu ku banggakan karena aku punya teman yang benar – benar teman, yang mengajakku mengobrol, yang selalu memahami perasaan masing – masing. Menjadi wanita yang berada disekitar laki – laki memang sangatlah berat. Yah di institusi ini kami para wanita yang ada hanya sekelompok hadir sebagai pelengkap saja. Terkadang mahluk yang disebut laki – laki itu memperhatikan dan mau bergaul namun seketika bisa saja berpaling dan mnenjauh dari para wanita. Aku merasa hanya ada satu teman wanita yang sama denganku yang mempunyai pemikiran yang sama. Kami adalah orang yang ter-asing dengan para teman wanita yang lain. Dulu sebelum aku bergaul dekat dengan teman wanitaku itu pernah aku berusaha bergaul dan menjadi bagian dari mereka itu, namun apalah hasilnya. Pengorbananku yang selalu membuntuti mereka pergi, yang selalu sakit ketika mereka bercengkerama dan aku yang selalu di sana tak di anggap sama sekali. Bahkan ketika ada salah satu dari mereka yang menawarkan makanan kepada yang lainnya hanya aku sendiri yang tidak di tawari dan ketika mereka saling berjanjian untuk membawa bekal dan aku pun tak tahu menahu tentang kabar itu. Aku tak tahu kebodohanku ini masih membuatku menjadi budaknya. Kepura – puraanku yang menganggap aku ini baik – baik saja masih menyelimutiku. Sebenarnya aku berduka dengan ketidakmampuanku membuat mereka para wanita itu tertarik dan bergaul denganku. Betapa menyerahnya aku, betapa bodohnya aku dan betapa sakitnya aku. Sakit sekali rasanya. Suatu hari mereka berkumpul ceria dengan senyuman yang tersungging indah dari wajah mereka dan aku yang sembunyi dari hati yang sakit dan menganggap ini adalah hal yang biasa walaupun sebenarnya tak biasa. Ketika itu teman wanitaku berkata kepadaku, ” Buat apa bergaul dengan mereka. Kita juga tak dianggap”, seketika itu aku sadar, aku tahu dan aku merasakan itu. Teman wanitaku itu memang benar. Menjadi bagian dari mereka hanyalah menjadi kacung yang lama – lama akan membusuk mati dan hilang tak tahu wujudnya. Setelah pemikiran lama yang kolot aku pun memutuskan untuk tidak terlalu mengemis – ngemis persahabatan kepada mereka. Aku pun mulai bergaul dan membaur bersama dengan teman wanitaku itu dan para teman laki – laki yang lain. Adaptasi bersama mereka bukanlah hal yang sulit bagiku. Mereka sangat bersahabat. Berada diantara mereka membuat aku semakin nyaman. Mereka benar – benar sahabat yang aku cari selama ini. Disisi sudut yang lain mereka para segerombolan teman wanita selalu bercengkerama tak kenal waktu dan selalu berusaha mengutamakan penampilan dan gengsi, itu bukan gaya hidupku, itu bukan keyang aku harapkan dan itu bukan aku. Beruntunglah yang selama ini aku cari telah kutemukan saat ini, yaitu teman wanitaku dan para laki – laki itu, sahabat yang benar – benar sahabat. Aku sudah tak merasakan lagi penyiksaan hati yang tak sadar telah aku lakukan dengan kebodohanku sendiri, aku yang dulu selalu menganggap diriku bahagia, aman dan nyaman membaur dengan segerombolan wanita itu. Manusia tak selalu bodoh, sebagaimna diriku juga. Aku sudah tidak dapat dibohongi oleh perasaanku sendiri. Aku ini merpati yang telah lepas dari belenggu perasaan kepura – puraan yang menyiksaku.